Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh, para pencari ilmu dan kebaikan yang dirahmati Allah! Gimana kabarnya hari ini? Semoga selalu dalam limpahan rahmat dan karunia-Nya, ya. Kali ini, kita akan bersama-sama menyelami lautan hikmah dari ceramah Al-Habib Abdullah bin Jafar Assegaf. Beliau ini, Masyaallah, punya cara yang begitu memukau dalam menyampaikan ilmu, bikin hati adem, pikiran tercerahkan, dan jiwa terasa disentuh langsung oleh kelembutan nasihatnya.
Pernahkah terbesit di benak kita, "Kok hidup ini rasanya gini-gini aja, ya? Ada sesuatu yang kurang, tapi apa?" Atau mungkin kadang kita merasa kok hati ini sering gelisah, nggak tenang, padahal secara materi mungkin nggak kekurangan apa-apa? Nah, Habib Abdullah dalam setiap ceramahnya sering banget, bahkan bisa dibilang selalu, ngingetin kita tentang dua hal fundamental yang seringkali terlupakan di tengah hiruk-pikuk kehidupan modern: mengenali diri sejati dan mendekatkan diri pada Allah SWT. Beliau tidak hanya sekadar memberikan teori atau dalil-dalil kering, tapi beliau mengajak kita untuk benar-benar merasakan dan menghayati indahnya hidup ketika hati kita terpaut erat dengan Sang Pencipta, sumber segala ketenangan dan kebahagiaan.
Jatidiri: Kunci Pembuka Pintu Ketenangan
Coba deh kita renungkan sejenak. Siapa sih kita ini sebenarnya? Dari mana kita berasal? Dan yang terpenting, ke mana kita akan kembali setelah semua ini usai? Pertanyaan-pertanyaan filosofis ini mungkin terdengar berat, tapi Habib Abdullah membawakannya dengan sangat ringan, menyentuh relung hati paling dalam. Beliau sering menjelaskan bahwa kita ini bukan sekadar jasad yang berjalan, bukan hanya sekumpulan daging dan tulang. Ada ruh ilahi yang ditiupkan ke dalam diri kita, menjadikan kita makhluk yang paling mulia di antara ciptaan-Nya.
Ketika kita benar-benar memahami dan menyadari hakikat diri ini, bahwa kita adalah hamba Allah, seorang khalifah di muka bumi, maka pandangan kita terhadap dunia akan berubah drastis. Masalah-masalah yang tadinya terlihat segunung, tiba-tiba terasa lebih kecil. Kenapa? Karena kita punya pegangan, punya tujuan yang jelas. Habib Abdullah selalu menekankan bahwa ketenangan sejati itu datangnya dari dalam diri, bukan dari luar. Bukan dari banyaknya harta, tingginya jabatan, atau banyaknya pujian. Ketenangan itu bersemayam dalam hati yang bersih, jiwa yang senantiasa ingat pada-Nya, dan pikiran yang selalu positif.
Beliau sering menganalogikan hati ini seperti cermin. Jika cermin itu bersih, ia akan memantulkan cahaya dengan sempurna. Tapi jika kotor, maka pantulannya akan buram. Begitu pula hati kita. Jika hati kita dipenuhi dengan kotoran dosa, dengki, iri, dan cinta dunia yang berlebihan, maka cahaya ilahi akan sulit masuk. Akibatnya, hati kita akan selalu gelisah dan resah. Oleh karena itu, Habib Abdullah selalu mengajak kita untuk rutin membersihkan hati. Bagaimana caranya? Dengan zikir, istighfar, membaca Al-Qur'an, bersedekah, dan tentunya, memperbanyak ibadah.
Cinta Dunia Vs. Cinta Allah: Sebuah Pilihan Hidup
Salah satu poin penting yang sering disoroti oleh Habib Abdullah adalah perbandingan antara cinta dunia dan cinta Allah. Beliau tidak mengatakan bahwa kita tidak boleh mencintai dunia sama sekali, karena bagaimanapun kita hidup di dalamnya. Namun, yang beliau ingatkan adalah jangan sampai cinta kita pada dunia melebihi cinta kita pada Allah dan akhirat.
"Dunia ini ibarat bayangan," kata beliau suatu ketika. "Semakin kita kejar, semakin dia menjauh. Tapi jika kita membelakanginya dan berjalan menuju Allah, maka bayangan itu akan mengikuti kita." Sebuah perumpamaan yang begitu dalam dan mudah dicerna, bukan? Ini mengajarkan kita bahwa fokus utama kita haruslah pada Sang Pencipta. Jika kita mengutamakan Allah, maka segala urusan dunia kita akan dipermudah, bahkan seringkali tanpa kita duga. Rezeki datang dari arah tak disangka, masalah-masalah menjadi ringan, dan hati pun senantiasa tenteram.
Namun, jika hati kita terlalu terpaut pada dunia, pada harta, kedudukan, popularitas, maka kita akan selalu merasa kurang. Ada saja yang dicari, ada saja yang ingin dimiliki. Dan ketika apa yang diinginkan tidak tercapai, timbullah kegelisahan, kekecewaan, bahkan keputusasaan. Habib Abdullah mengajak kita untuk senantiasa bersyukur atas apa yang telah diberikan, dan meyakini bahwa rezeki Allah itu luas dan tidak akan pernah salah alamat.
Akhlak Mulia: Cerminan Hati yang Bersih
Selain fokus pada pengenalan diri dan kedekatan dengan Allah, Habib Abdullah juga sangat gencar menyerukan tentang pentingnya akhlak mulia. Bagi beliau, akhlak yang baik itu adalah cerminan langsung dari hati yang bersih dan jiwa yang sehat. Percuma rasanya jika seseorang rajin beribadah, tapi perilakunya jauh dari nilai-nilai Islam.
Beliau sering memberikan contoh-contoh sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Bagaimana kita berbicara dengan orang tua, bagaimana kita bersikap terhadap tetangga, bagaimana kita menghadapi perbedaan pendapat, hingga bagaimana kita menyikapi orang yang berbuat buruk kepada kita. Semua itu adalah ujian dan cerminan akhlak kita.
"Seorang Muslim sejati itu," kata beliau, "bukan hanya yang rajin salat, puasa, dan haji. Tapi yang paling penting adalah bagaimana lidahnya tidak menyakiti orang lain, bagaimana tangannya tidak merugikan orang lain, dan bagaimana hatinya selalu menebar kasih sayang."
Habib Abdullah juga mengingatkan tentang bahaya sifat sombong, riya (pamer), dan ujub (merasa kagum pada diri sendiri). Sifat-sifat ini, meskipun tidak terlihat secara fisik, namun bisa menggerogoti pahala amalan kita dan menjauhkan kita dari ridho Allah. Beliau mengajak kita untuk senantiasa rendah hati, merasa bahwa segala kebaikan yang kita miliki adalah semata-mata anugerah dari Allah, bukan karena kekuatan atau kepintaran kita sendiri.
Pentingnya Ilmu dan Majelis Ilmu
Tidak lupa, Habib Abdullah selalu menekankan pentingnya menuntut ilmu dan menghadiri majelis ilmu. Beliau sering mengatakan bahwa ilmu itu adalah cahaya, yang akan membimbing kita dalam kegelapan. Tanpa ilmu, kita akan mudah tersesat, mudah terombang-ambing oleh godaan dunia, dan mudah terjerumus dalam kesesatan.
Menghadiri majelis ilmu, seperti majelis yang beliau pimpin, adalah salah satu cara untuk membersihkan hati, menambah bekal rohani, dan memperkuat iman. Di majelis ilmu, kita tidak hanya mendapatkan transfer pengetahuan, tapi juga mendapatkan keberkahan, ketenangan, dan inspirasi untuk menjadi pribadi yang lebih baik. Beliau sering menganalogikan majelis ilmu ini seperti taman surga di dunia. Di dalamnya, para malaikat turun, rahmat Allah meliputi, dan dosa-dosa diampuni.
Oleh karena itu, beliau selalu mengajak umatnya untuk tidak malas dalam menuntut ilmu. Luangkan waktu, sisihkan tenaga, untuk datang ke majelis ilmu, membaca buku-buku agama, atau mendengarkan ceramah-ceramah yang bermanfaat. Karena ilmu itulah yang akan menjadi penerang jalan kita menuju surga.
Doa dan Harapan: Menuju Kehidupan yang Berkah
Di akhir setiap nasihatnya, Habib Abdullah selalu menutup dengan doa dan harapan. Beliau mendoakan agar kita semua senantiasa diberikan kekuatan untuk istiqamah dalam beribadah, membersihkan hati, dan memperbaiki akhlak. Beliau berharap agar kita semua menjadi hamba-hamba Allah yang dicintai, yang hidupnya penuh berkah, dan di akhirat kelak dikumpulkan bersama para Nabi, Shiddiqin, Syuhada, dan Shalihin.
Jadi, tunggu apa lagi? Ceramah Habib Abdullah bin Jafar Assegaf ini bukan hanya sekadar untaian kata-kata, melainkan ajakan tulus untuk berlayar menuju kebahagiaan sejati. Mari kita mulai sekarang, renungkan kembali tujuan hidup kita, perbaiki niat, bersihkan hati, dan tingkatkan kedekatan kita dengan Allah SWT. Insyaallah, hati kita akan selalu terang, hidup pun jadi lebih berkah, dan kita akan menemukan kedamaian yang selama ini kita cari.
Semoga kita semua selalu istiqamah dalam mencari ridho Allah, ya! Sampai jumpa di kesempatan berikutnya!
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
